Gelegar tawa itu terus terngiang ditelingaku. Menggigil tubuh ini saat ku kenang tawa dan senyum menggodamu, ah..itu hanya segelintir kenangan manis darinya. Seseorang yang pernah menemani hidupku beberapa tahun terakhir. Terkadang dikala terpejam pun dia masih menyisakan seutas senyum. Untuk ku kah senyum itu? Entah lah, yang ku ingat senyum itu pernah membuat aku memaafkan dan melupakan semua sakit hati ku, senyum yang menurutku terlalu sempurna untuk bajingan seperti dia.
Aku tak mengerti mengapa sampai separah ini pikiranku untuk memberontak dan akhirnya aku disini, disebuah kota kecil yang tak pernah terpikirkan olehku untuk tinggal disini. Terlalu angkuh diriku untuk bilang aku bisa tegar menghadapi badai ini dan terlalu lemah aku jika menyerah di tengah perjalanan yang seharusnya masih terlalu panjang untuk di jalani. Tapi ini lah kenyataan yang harus kami putuskan. Berpisah dengan cinta. Cinta kepada ke-egoisan dan cinta kepada gemerlapnya dunia ini.
Ku tarik selimut sampai keujung dagu. Udara disini lumayan dingin pada malam hari dan panas luar biasa di siang hari. Mencoba memejamkan mata kembali sambil sesekali dada ku bergemuruh menahan sesaknya bernafas, bukan karna aku lagi sesak nafas tapi karna pikiranku menyumbat pernafasan yang tak kasat mata itu.
Dalam pejaman mataku terlintas kembali canda tawa dan celoteh manjanya. bayang-bayang ke isengan dan tulusnya dia waktu menceritakan pengalaman hidupnya dahulu yang penuh kesulitan. Seperti anak kecil yang berceloteh manja.